A
Kata “ilmu”
berasal dari bahasa arab dengan tulisan ءلم yang terdiri dari huruf- huruf
Ain-Lam dan Mim dan berbunyi ilmu yang berarti pengetahuan yang
intensif/mendalam. Pengetahuan
tentang hakikat sesuatu, pengetahuan yang mendalam yang dipahami dengan yakin
dan gamblang. Adapun ilmu dalam islam adalah dengan pengertian yang luas
meliputi semua ilmu pengetahuan, baik ilmu Al-Qur’an, Ilmu Hadits, ilmu
Tauhid,Ilmu Fiqih maupun Ilmu Kedokteran, Ilmu Biologi, Ilmu Astronomi, Ilmu
Alam, Ilmu Teknik, Ilmu Politik, dan Ilmu sosial.
Gambar tulisan ءلم itu sendiri mengandung keunikan sebagai suatu lambang dari 3
hal, yakni:
1.
Huruf
“Ain” di depan ibarat mulut yang selalu dalam posisi terbuka menandakan bahwa
ilmu pengetahuan itu tidak pernah kenyang, tidak pernah berhenti mencari
masukan, tidak pernah jenuh, selalu bisa dimasuki (minal mahdi ilal lahdi- life
long education- pendidikan seumur hidup) dan bersifat terbuka.
2.
Huruf
“Lam” sesudah Ain panjangnya tidak
terbatas, boleh tinggi menjulang ke atas tak terbatas. Lambang ini mennadakan
bahwa ilmu pengetahuan boleh dituntut sampai seberapa saja menjulang langit
melintasi batas cakrawala tergantung kemampuan dan kemauan sipenuntut saja.
3.
Huruf
“Miem” sesudah Lam sebaliknya meletakkan diri di dasar dan melandas tak
terbatas. Lambang in i menandakan bahwa ilmu pengetahuan itu baik rendah
sekedarnya maupun tinggi menjulang kelangit, haruslah melandas, rendah hati,
membawa kegunaan praktis dan tidak mengambang di awang-awang.[1]
Bermula, ilmu atau ilmu pengetahuan mempunyai pengertian yang sama
dan tidak dipisah-pisahkan. Semua bentuk pengetahuan yang mendalam dan atau
keterampilan fisik, disebut ilmu ataupun ilmu pengetahuan. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang
diketahui, atau pengetahuan yang belum dibuktikan kebenarannya berdasarkan
dalil-dalil, data, fakta, dan pengujian, serta belum tersusun secara
sistematik. Adapun ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang sudah didukung oleh
data, fakta, dalil, pengujian dan pembuktian kebenarannya, serta tersusun
secara matematik.[2] Syah
Waliyullah membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kelompok yaitu:
1)
Ilmu al husuli, yaitu
ilmu pengetahuan yang bersifat indrawi, empiris, konseptual, formatif
aposteriori
2)
Ilmu al huduri, yaitu
ilmu pengetahuan yang suci dan abstrak yang muncul dari esensi jiwa yang
rasional akibat adanya kontak langsung dengan realitas ilahi.
B. Kedudukan Ilmu Menurut Islam
Rasulullah Muhammad Shallahu alaihi wasallam telah bersabda:
1.
Orang-orang
yang berilmu adalah pewaris para nabi.
2.
Bahwasanya
ilmu itu menambah mulia orang yang sudah mulia dan meninggikan seseorang budak
sampai ketingkat raja-raja.
3.
Apabila
datanglah kepadaku hari yang tidak bertambah ilmuku padanya yang mendekatkan
aku kepada Allah, maka tidak adalah berkatnya bagiku pada terbit matahari itu
4.
Isi
langit dan isi bumi memintakan ampun untuk orang yang berilmu
5.
Kelebihan
seseorang berilmu dari seorang abid adalah seperti kelebihan terang bulan
purnama dari bintang-bintang yang lain
6.
Kelebihan
seorang mukmin yang berilmu dari seorang mukmin yang abid ialah 70 derajat
7.
Barang
siapa menjalani suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka di anugerahkan Allah
kepadanya jalan ke syurga
8.
Bahwa
sesungguhnya engkau berjalan pergi mempelajari suatu bab dari ilmu adalah lebih
baik daripada engkau shalat sunat 100 rakaat
9.
Menuntut
ilmu itu wajib atas tiap muslim
10.
Menghadiri
majlis orang berilmu, lebih utama daripada mendirikan shalat sunat 1000 rakaat,
mengunjungi 1000 orang sakit dan berta’jirah 1000 jenazah.[3]
Dari sabda Rasulullah Shallahu alaihi wasallam
tersebut maka ilmu menempati kedudukan yang sangat
penting dalam ajaran Islam, hal ini terlihat dari banyaknya ayat Al-qur’an yang memandang
orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia di samping hadis-hadis nabi
yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu. Di dalam
Al qur’an, kata ilmu ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari
Al qur’an sangat kental dengan nuansa-nuansa yang berkaitan dengan ilmu,
sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama. Ketiadaan
ilmu dapat
membawa kesesatan hal ini telah
diperingatkan dalam ayat-ayat sebagai berikut:
وَجَعَلُوْا للِهِ شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ وَخَرَقُوْا لَهُ
بَنِيْنَ وَبَنَاتٍ بِغَيْرِ عِلْمٍ, سُبْحَنَهُ وتَعَلى عَمَّا يَصِفُوْنَ
Artinya: Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu
bagi Allah, padahal Allah yang menciptakan jin-jin itu. Dan mereka berdusta
(seraya menyatakan). Bahwa sanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan,
tanpa berdasar ilmu. Maha suci Allah dan maha Tinggi dari sifat-sifat yang
mereka berikan. Dalam surah
Al-An’am ayat 108 yang tersebut dijelaskan bahwa janganlah
kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah
selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas
karena ketiadaan ilmu.
Kedudukan
ilmu dalam Islam sangatlah sentral. Vitalitas dan keutamaan ilmu terungkap
dalam sanjungan dan kehormatan yang diberikan kepada para ilmuan, tersirat
dalam wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah saw. yang menjadi kunci ilmu,
yakni perintah “membaca”. Tercermin dalam ajakan untuk bertakwa hanya kepada
orang yang berakal, tersurat dalam peringatan bahwa ketiadaan ilmu (kebodohan)
akan menyesatkan, serta dengan tegas dinyatakan bahwa menuntut ilmu itu wajib
dan berlaku seumur hidup. Di dalam al Qur’an terdapat puluhan ayat yang
menerangkan tentang ilmu, tentang ajakan untuk berfikir dan melakukan penalaran
(mengamati, memperhatikan, memikirkan, dan menyelidiki dengan seksama), serta
sanjungan kepada orang-orang yang suka menggunakan akal fikirannya (ilmuan)
adalah bukti otentik yang tak dapat diragukan lagi akan sangat pentingnya
kedudukan ilmu dalam pandangan Islam. Di sinilah kedudukan ilmu menjadi hal
yang sangat penting dalam rangka mengajak manusia untuk membedakan mana yang baik
dan buruk dalam kehidupannya serta ilmu
dan para ulama menempati kedudukan yang sangat terhormat.
C.
Berbagai Macam
Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Menurut
Al-Qur’an dan As-Sunah bahwa sumber ilmu pengetahuan bukan hanya alam jagat
raya, perilaku sosial, dan kekuatan daya pikir sebagaimana yang dianut dalam
masyarakat Barat, melainkan juga ayat-ayat Al-Qur’an dan matan Hadis
Rasulullah, serta intuisi atau ilham. Dengan demikian, sumber ilmu pengetahuan
dalam pandangan Islam jauh lebih lengkap dan utuh dibandingkan dengan sumber
ilmu pengetahuan menurut pandangan Barat. Menurut Islam, sumber pengetahuan
antara lain:
1.
Al-Qur’an
termasuk Hadis
Dengan menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber yang
didampingi oleh Hadis, maka akan lahirlah ilmu agama, seperti tafsir, Hadis,
kalam, dan akhlak atau selanjutnya disebut ilmu wahyu atau ilmu agama.
Al-Qur’an sebagai sumber pengetahuan, dijelaskan oleh QS. Yusuf(12):1-2: “Alif,
laam, raa. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur’an) yang nyata (dari Allah).
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar
kamu memahaminya.”
2.
Alam jagat raya
Dengan memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an serta
penjelasannya, dapat diketahui bahwa alam jagat raya sebagai sumber pengetahuan
khususnya ilmu pengetahuan (sains) ternyata merupakan tanda-tanda kekuasaan
Allah Subhanahu wa ta’ala.
3.
Perilaku
masyarakat
Selain Al-Qur’an, As-Sunah dan alam jagat raya, Islam
juga memandang, bahwa diri manusia juga sebagai sumber pengetahuan. Penelitian
terhadap manusia dari segi fisiknya yang terdiri dari tulang, daging, kulit,
darah dan lain-lainnya, akan menghasilkan ilmu biologi, anatomi, dan
kedokteran. Adapun penelitian terhadap manusia dari segi batinnya akan
menghasilkan ilmu psikologi; dan penelitian manusia dari segi perilaku
lahiriahnya akan menghasilkan ilmu antropologi, sosiologi, politik, ekonomi,
kebudayaan, peradaban, seni, dan sebagainya.
4.
Akal pikiran
Akal sebagai sumber ilmu pengetahuan artinya dari akal
pikiran akan dilahirkan ilmu pengetahuan rasional. Akal baik, yakni sejalan
dengan kehendak Allah Subhanahu wa ta’ala. Akal digunakan untuk mendengarkan
dan memikirkan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa ta’ala.
5.
Intuisi atau
ilham
Intuisi atau ilham adalah potensi batiniah yang ada
dalam diri manusia, yang apabila dalam keadaan bersih dari dosa, dan dalam
keadaan beriman dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dalam arti yang
total, maka ia akan mendapatkan pengetahuan dari Allah Subhanahu wa ta’ala.[4]
D.
Prinsip-prinsip
Pengembangan Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Agar ilmu pengetahuan tersebut tidak tersesat baik
dalam mengembangkan maupun dalam memanfaatkannya, maka Islam menetapkan
prinsip-prinsip berikut:
1.
Prinsip Tauhid
Sumber-sumber pengetahuan antara satu dan lainnya
berasal dari Tuhan, dan harus saling melengkapi antara satu dan lainnya.
2.
Prinsip
Integrated
Sains membutuhkan ilmu agama agar ilmu pengetahuan
alam tersebut tidak disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang merugikan manusia
dan melanggar larangan Allah Subhanahu wa ta’ala.
3.
Prinsip
Pengalaman
Ilmu pengetahuan dalam Islam bukan hanya untuk
kepuasan ilmu itu sendiri melainkan juga harus diamalkan dan dimanfaatkan baik
untuk kepentingan sendiri, maupun kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
4.
Prinsip
Pengajaran
Islam mengajarkan atau mewajibkan bagi setiap orang
yang berilmu wajib mengajarkannya kepada orang lain. Dengan kata lain, bahwa
tugas mengajarkan ilmu dalam Islam adalah melekat pada setiap orang, dan
merupakan bagian dari perintah agama.
5.
Prinsip
Berpegang Teguh pada Kebenaran
Islam mengajarkan bahwa yang dituju oleh ilmu bukanlah
mencari pembenaran, melainkan mencari kebenaran. Adapun prinsip lainnya yakni
prinsip kesesuaian dengan agama, prinsip terbuka, dan prinsip manfaat.[5]
E.
Peran
Islam dalam Perkembangan
Iptek
Peran
Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada dua hal yaitu:
1.
Menjadikan aqidah Islam
sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki
umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam
ini menyatakan bahwa aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah
fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi
aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi
standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan
aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya,
wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.
2.
Menjadikan syariah
Islam (yang lahir dari aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek
dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang
digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme)
seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya
pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah
Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh syariah
Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek telah diharamkan oleh syariah, maka
tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walaupun ia menghasilkan manfaat sesaat
untuk memenuhi kebutuhan manusia.